Minggu, 07 Januari 2018

PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Usaha-usaha untuk mewujudkan sebuah bangunan diawali dari tahap ide hingga tahap pelaksanaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi dari fase perencanaan sampai dengan pelaksanaan dapat dikelompokkan menjadi tiga pihak, yaitu: pihak pemilik proyek/owner/prinsipal/employer/client/bouwheer; pihak perencana/designer dan pihak kontraktor/aannemer.
Orang/badan yang membiayai, merencanakan, dan melaksanakan bangunan tersebut disebut unsure-unsur pelaksana pembangunan. Masing-masing unsur tersebut mempunyai tugas, kewajiban, tanggungjawab, dan wewenang sesuai dengan posisinya masing-masing. Dalam melaksanakan kegiatan perwujudan bangunan, masing-masing pihak (sesuai dengan posisinya) saling berinteraksi satu sama lain sesuai dengan hubungan kerja yang telah ditetapkan.
Koordinasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan proyek konstruksi merupakan kunci utama untuk meraih kesuksesan sesuai dengan tujuannya.

PENGGUNA JASA
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
PENYEDIA JASA


Gambar 4.1 Pihak yang terlibat dalam proyek kontruksi.





PEMILIK PROYEK
Pemilik proyek atau pemberi tugas atau pengguna jasa adalah orang/badan yang memiliki proyek dan memberikan pekerjaan atau menyuruh memberikan pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan yang membayar biaya pekerjaan tersebut. Pengguna jasa dapat berupa perseorangan, badan/lembaga/instansi pemerintah maupun swasta.
Hak dan kewajiban pengguna jasa adalah:
§ Menunjuk prenyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
§ Meminta laporan secara periodic mengenai pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan oleh penyedia jasa.
§ Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
§ Menyediakan lahan untuk tempat pelaksanaan pekerjaan.
§ Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah bangunan.
§ Ikud mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan dengan cara menempatkan waktu atau menunjuk suatu badan atau orang untuk bertindak atas nama pemilik.
§ Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).
§ Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Wewenang pemberi tugas adalah:
§ Memberitahukan hasil lelang secara tertulis kepada masing-masing kontraktor.
§ Dapat mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara memberitahukan secara tertulis kepada kontraktor jika telah terjadi hal-hal di luar kontrak yang ditetapkan.

KONSULTAN
Pihak/badan yang disebut sebagai konsultan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: konsultan perencana dan konsultan pengawas. Konsultan perencana dapat dipisahkan menjadi beberapa jenis berdasarkan spesialisasinya, yaitu: konsultan yang menangani bidang arsitektur, bidang sipil, bidang mekanikal dan elekrikal, dan alin sebagainya. Berbagai jenis bidang tersebut umumnya menjadi satu kesatuan yang disebut sebagai konsultan perencana.
Konsultan Perencana
Konsultan perencana adalah orang/badan yang membuat perencanaan bangunan secara lengkap baik bidang arsitektur, sipil, maupun bidang lain yang melekat erat dan membentuk sebuah sistem bangunan. Konsultan perencana dapat berupa perseorangan/perseorangan berbadan hukum/badan hukum yang bergerak dalam bidang perencanaan pekerjaan bangunan.
Hak dan kewajiban konsultan perencana adalah:
§ Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana, rencana kerja, dan syarat-syarat, hitungan struktur, rencana anggaran biaya.
§ Memberikan usulan serta pertimbangan kepada pengguna jasa dan pihak kontraktor tentang pelaksanaan pekarjaan.
§ Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja, dan syarat-syarat.
§ Membuat gambar revisi bila tejadi perubahan perencanaan.
§ Menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.
Konsultan Pengawas
Konsultan pengawas adalah orang/badan yang ditunjuk pengguna jasa untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan mulai dari awal hingga berakhirnya pekerjaan pembangunan.
Hak dan kewajiban konsultan pengawas adalah:
§ Menyelesaikan pelaksanaan pekarjaan dalam waktu yang telah ditetapkan.
§ Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam pelaksanaan pekerjaan.
§ Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan.
§ Mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran informasi antar berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.
§ Menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta menghindari pembengkakan biaya.
§ Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar dicapai hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan dengan kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan.
§ Menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan kontraktor.
§ Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku.
§ Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
§ Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan tambah atau berkurangnya pekarjaan.

KONTRAKTOR
Kontraktor adalah orang/badan yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan. Kontraktor dapat berupa perusahaan perseorangan yang berbadan hukum atau sebuah badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pekerjaan.
Hak dan kewajiban kontraktor adalah:
§ Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat, risalah penjelasan pekerjaan (aanvullings) dan syarat-syarat tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa.
§ Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang disahkan oleh konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
§ Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
§ Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian, mingguan dan bulanan.
§ Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikannya sesuai dengan ketetapan yang berlaku.











HUBUANGAN KERJA
Hubungan antar pihak dalam penyelenggaraan pembangunan dapat diskemakan seperti dalam Gambar 4.2.

PENGGUNA JASA
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
PENYEDIA JASA
PERSYARATAN TEKNIS
REALISASI
Gambar 4.2 Hubungan kerja unsure-unsur pelaksana pembangunan.

Hubungan tiga pihak yang terjadi antara pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor diatur sebagai berikut:
Konsultan dengan pemilik proyek, ikatan berdasarkan kontrak. Konsultan memberikan layanan konsultasi di mana produk yang dihasilkan berupa gambar-gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat; sedangkan pemilik proyek memberikan biaya jasa atas konsultasi yang diberikan oleh konsultan.
Kontraktor dengan pemilik proyek, ikatan berdasarkan kontrak. Kontraktor memberikan layanan jasa profesionalnya berupa bangunan sebagai realisasi dari keinginan pemilik proyek yang dituangkan dalam gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat oleh konsultan, sedangkan pemilik proyek memberikan biaya jasa profesional kontraktor.
Konsultan dengan kontraktor, ikatan berdasarkan peraturan pelaksanaan. Konsultan memberikan gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat, kontraktor harus merealisasikan menjadi sebuah bangunan.

JASA KONTRUKSI

Peranan penting konstruksi dalam menunjang suatu pembangunan yang berkelanjutan dan untuk mencapai pembangunan nasional. Untuk menjaga dan menunjang peran tersebut setiap elemen kecil dari proses konstruksi dalam proses pembangunan sudah didasari oleh hukum yang tertera pada undang-undang, peraturan daerah dan hukum tertulis lainnya. Ketentuan yang mengikat tersebut ditujukan untuk dua dari tiga elemen dalam proses pembengunan yaitu konsultan dan kontraktor. Dengan adanya ketentuan – ketentuan yang mengikat tersebut para konsultan dan kontraktor diharapkan memahami dan mengerti sepenuhnya dasar-dasar hukum tersebut.
Pemahaman yang didukung etika profesi yang baik pada bidang tersebut akan mempengaruhi tujuan yang akan mereka capai, bagaimana bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh. Jika sebaliknya saat pemahaman itu tidak dilakukan akan berdampak negative pada produk yang akan dicapai. Contohnyapada konteks ini semakin banyak dan kerap terjadi bangunan yang rubuh di saat pembangunan maupun sudah berdiri. Mulai dari kegagalan dalam pembangunan ruangan hingga keseluruhan bangunan. Kecelakaan tersebut juga memakan korban jiwa sehingga menjadi sorotan semua pihak. Berkaca dari kecelakaan – kecelakaaan yang terjadi bagaimana para konsultan dapat mematuhi dan memahami hukum tersebut (Undang–Undang no 10 tahun 1999—UU Jasa Konstruksi) akan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan.
Jasa konstruksi  merupakan salah satu  rangkaian dalam proses pembangunan. Secara umum jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pengerjaan konstruksi, layanan jasa pengerjaan konstruksi dan layanan jasa pengawasan konstruksi. Melibatkan pihak penyedia dan pengguna jasa. Pihak penyedi dapat berupa perseorangan, berkelompok, maupun badan usaha baik yang diabeli badan hukum ataupun bukan badan usaha. Bentuk pihak penyedia juga memiliki batasan masing – masing, pada penyedia perseorangan hanya dapat melakukan pekerjaan  konstruksi yang beresiko kecil dengan biaya minim dan teknologi yang sederhana saja. Sedangkan pada pekerjaan konstruksi yang beresiko besar, memiliki biaya besar dan teknologi tinggi hanya dilakukan olehbadan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.

Disamping itu hukum tertulis juga menaungi tentang perizinan, dimana Jasa konstruksi juga memiliki landasan hukum perizinan.  Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha harus  memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi dan memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang dimiliki sang penyedia jasa untuk memastikan apaka penyedia tersebut sesuai dan memadai dengan bidang pekerjaan yang ditangani.
Perizinan usaha jasa konstruksi sendiri telah diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2000 yang menjelaskan tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi (PP 28/2000). Lalu Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas pp28/2000(PP 4/2010) dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana wilayah nomor 369/ KPTS/M/2001 yang mengandung pedoman tentang pemberian izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.
Setelah melakukan perizinan tahapan selanjutnya adalah melakukan pengaturan kerja yang dengan tujuan agar semua pekerjaan terbagi dengan baik dengan ketentuan yang tidak merugikan satu sama lain dalam memperlancar proses pembangunan. Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Suatu kontrak kerja konstruksi melingkupi beberapa uraian mengenai para pihak yang akan dibagi diantara lain,(1) rumusan pekerjaan,(2) masa pertanggungan pemeliharaan, (3) tenaga ahli,(4) hak dan kewajiban para pihak,(5) tata cara pembayaran,(6) cidera janji,(7) penyelesaian perselisihan,(8) pemutusan kontrak kerja konstruksi,(9)keadaan memaksa (force majeure), (10) kegagalan bangunan,(11) perlindungan pekerja; (12) aspek lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Semua faktor diatas saling berkaitan berawal dari belah pihak yang melakukan rumusan pekerjaan untuk mempermudah tahapan proses pengerjaan agar terkoordinir dengan baik dan memiliki batasan yang jelas antar pihak yang berperan. Masa pertanggungan atau masa pemeliharaan bertujuan untuk pengelolaan yang akan dilakukan terhadap bangunan selama masa pembangunan hingga bangunan berdiri dan selanjutnya. Tenaga ahli dalam hal ini faktor tenaga ahli untuk memperlancar proses pengerjaan dan memperkecil resiko kerja serta memperlancar pengerjaan. Poin keempat adalah hak dan kewajiban para pihak yaitu tiap pihak yang bersangkutan memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan pekerjaan masing – masing.

Poin kelima merupakan tata cara pembayaran merupakan tahapan proses melakukan pembayaran jasa konstruksi. keenam merupakan faktor cidera janji dibuatnya klausul yang muncul untuk antisipasi jika terjadi pengingkaran suatu saat. Ketujuh adalah penyelesaian perselisihan adalah bentuk mediasi yang akan dilakukan jika terjadi perselisihan antar pihak selama proses kerja. Poin kedelapan adalah pemutusan kontrak kerja biasanya terjadi saat kedua belah pihak sudah tidak dapat bekerja sama lagi maka mereka memiliki opsi untuk melakukan putus kontrak demi kelanjutan proses pembangunan.

Poin kesembilan merupakan keadaan memaksa dimana dalam prosesnya dapat terjadi hal-hal yang menyebabkan perubahan yang berdampak pada proses pembangunan, yang biasa terjadi saat di lapangan. Poin kesepuluh adalah kegagalan bangunan yang bisa saja terjadi akibat kesalahan prosedur pembangunan. Lalu perlindungan pekerja merupakan poin wajib yang diterapkan berkaitan dengan keselamatan dan perlindungan hukum dan kesehatan selama proses pembangunan berjalan. Poin terakhir merupakan aspek lingkungan, dimana kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan, dimana sebuah bangunan akan mencerminkan suatu lingkungan di sekitarnya.

Uraian mengenai rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi:
(a) volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan
(b) persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi
(c) persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa
(d) pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat
(e) laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
Setelah proses kontrak kerja ditujukan kepada peranan masyarakat, masyarakat yang dimaksud merupakan masyarakat jasa konstruksi. Masyarakat juga memiliki peran dalam suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, diantaranya untuk (1) melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi; (2) memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan konstruksi; (3) menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; (4) turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Masyarakat jasa konstruksi ini diselenggarakan melalui suatu forum jasa konstruksi yang dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Forum ini bersifat mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi. Peran masyarakat jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam PP 4/2010.
Disamping peran masyarakat jasa konstruksi Pemerintah juga memiliki peran dalam penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya, mengenai pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. Pembinaan jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Dalam suatu penyelenggaraan usaha jasa konstruksi, terdapat kemungkinan bahwa masyarakat mengalami kerugian sebagai akibat dari penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut. Karena itulah, masyarakat memiliki hak mengajukan gugatan perwakilan. Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat dari kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Sebuah hukum memiliki sanksi – sanksi konkret seperti sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa:
·         peringatan tertulis,
·         penghentian sementara pekerjaan konstruksi,
·         pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi,
·         larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa),
·         pembekuan izin usaha dan/atau profesi dan
·         pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Contoh Kasus Jasa Konstruksi
Proses jasa konstruksi mulai dari perencanaan desain dengan perhitungan yang layak dengan produk gambar kerja yang ditujukan kepada owner dan para pekerja bangunan. Dan material yang akan digunakan dala proses pebangunan dengan RABnya Dalam prosesnya seringkali terjadi perubahan saat berada di lapangan, Bukan karena disengaja melainkan faktor lingkungan, waktu, biaya juga akan berpengaruh. Perubahan –perubahan tersebut merupakan respon bijak dari para perancang. Tetapi ada juga perubahan yang dilakukan kurang bijak contohnya berhubungan dengan  biaya. Dalam penghematan biaya seorang konsultan arsitek akan berusaha mencari solusi untuk meminimalisir biaya pembangunan. Bentuk solusi tersebut bisa dalam pemilihan material dan efisiensi elemen struktur . Bergantung pada solusi bijak yang digunakan perancang.
Keputusan yang diambil perancang tentang solusi tersebut akan berdampak pada perubahan gambar kerja sangat dipertaruhkan dan dipertanggung jawabkan. Disini juga terlihat fungsi pengawasan dari para penyedia. Dalam proses pembangunan tekanan dari luar juga akan berdampak kepada keputusan yang akan dibuat. Terkadang keputusan yang dibuat akibat tekanan  menyebabkan kurang perhitungan dan akan menimbulkan kerugian. Selain itu tekanan waktu juga dapat mempengaruhi proses pembangunan. Contohnya ada pada rubuhnya Ruko 3 lantai cendrawasih permai yang ada di kota samarinda.
Rubuhnya ruko di Kota Samarinda saat pembangunan dan memakan korban jiwa. Bangunan Ruko Cendrawasih Permai berlokasi di jalan Ahmad Yani kecamatan sungai Pinang Kota Samarinda runtuh. Ruko tiga lantai ini runtuh karena proses konstruksi bangunan yang tidak sesuai dengan desain awal, Perubahan tersebut dapat terlihat pada dua poin.  Ditemukan Pondasi dan alat penahan tanah tidak kuat menahan beban cor yang belum mengering.  Lalu perbedaan dimensi kolom antara gambar kerja dan di lapangan dimana besi tulangan kolom di perkecil dan mengurangi campuran semen
Dari kedua poin diatas jelas terlihat bahwa proses pembangunan tidak semudah yang terlihat, banyak faktor yang mempengaruhi contohnya faktor dilapangan. Pada poin pertama dimana kondisi cor yang belum mengering menunjukan bahwa elemen struktur tersebut belum siap untuk digunakan, yang terjadi karena faktor- faktor di lapangan seperti tekanan waktu dan kondisi cuaca. Pada poin kedua deviasi antara gambar kerja dan proses di lapangan yang terjadi pada elemen vertical kolom menunjukan permasalahan biaya. Bagaimana mengefisiensikan elemen struktur untuk menghemat biaya dengan menjadikan kolom langsing, dan ternyata tidak berjalan sesuai rencana.
Disamping itu juga di temukan bahwa perancah yang digunakan sebagai penahan pondasi merupakan perancah kayu murah yang dipastikan tidak dapat menahan gaya lateral. Itu juga menjadi penyebab keruntuhan bangunan ini. Hal ini menunjukan pengurangan biaya juga dilakukan pada tahap pemilihan material dimana material tersebut berkualitas baik atau tidak. Fungsi ruang pada ruko tersebut adalah sebagai toilet, yang biasa digunakan para pengunjung. Namun, naasnya pada saat itu toilet tersebut rubuh dan menimpa 9 korban yang berada tepat dibawah toilet tersebut meninggal dunia. 
Di sisi lain perkembangan pasar industri konstruksi tidak saja hanya dipengaruhi oleh sektor ekonomi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama tingkat regional. Kebijakan penerapan otonomi daerah pada tahun 2000 menyebabkan beralihnya pengelolaan proyek-proyek dari pusat ke daerah-daerah. Konsumen yang tadinya terkonsentrasi di Jakarta akan terbagi bagi ke daerah-daerah potensial. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan strategi meraih pangsa pasar dari masing-masing pelaku jasa konstruksi. Selain otonomi daerah, saat ini kontraktor nasional juga dihadapkan dengan era globalisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) yang dimulai pada tahun 2003 yang menyebabkan kontraktor-kontraktor asing dapat dengan bebas ikut bersaing memperebutkan proyek-proyek pada pasar konstruksi di Indonesia. Dengan masuknya kontraktor-kontraktor asing tersebut di tengah belum pulihnya kondisi pasar industri konstruksi saat ini, tentunya akan menyebabkan semakin ketatnya persaingan di antara pelaku bisnis konstruksi di Indonesia.
Adanya Asean Free Trade Area (AFTA) menjadikan persaingan bisnis power generation di Indonesia menjadi lebih ketat. Masuknya pemain-pemain besar dengan kapasitas internasional seperti PT. Alstom Power Indonesia, Mitsubishi, dll menjadikan pemain lokal di bisnis power generation bekerja lebih keras dalam mendapatkan perhatian dan kepercayaan konsumen. Dalam era perdagangan bebas seperti sekarang, kompetisi perusahaan menjadi lebih luas jangkauannya, tidak hanya konsumen nasional yang akan melihat dan mengamati eksistensi PT. DEN dalam industri power generation, tapi konsumen regional bahkan internasional pun bisa melakukan hal yang sama.
Karena persaingan-persaingan ketat tersebut menjadikan kontraktor di Indonesia menjadi main tipu, dengan mengurangi kualitas pembangunan agar perusahaan tersebut dapat mengambil keuntungan yang besar, tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka diperlukannya pengamatan dan pengawasan di lapangan menjadi hal yang wajib dilakukan. Karena tanpa pengawasan akan berdampak besar dalam pembangunan dan tidak ada yang dapat bertanggung jawab akan hal ini. Jika kita ingin pembangunan membaik maka dimulai dari diri kita dahulu untuk memiliki rasa tanggung jawab atas setiap pekerjaan yang kita lakukan.

APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
  • Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
  • Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
  • Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
  • Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
  • Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
  • Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Secara garis besar struktur APBN adalah :
Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih [1]. Pendapatan Negara terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah
Belanja Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih [1]. Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
  • asumsi dasar makro ekonomi;
  • kebutuhan penyelenggaraan negara;
  • kebijakan pembangunan;
  • risiko (bencana alam, dampak kirisi global)
  • kondisi dan kebijakan lainnya.




Belanja Negara terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat, dan Transfer ke Daerah
a.       Belanja pemerintahan pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :
  1. fungsi pelayanan umum
  2. fungsi pertahanan
  3. fungsi ketertiban dan keamanan
  4. fungsi ekonomi
  5. fungsi lingkungan hidup
  6. fungsi perumahan dan fasilitas umum
  7. fungsi kesehatan
  8. fungsi pariwisata
  9. fungsi agama
  10. fungsi pendidikan
  11. fungsi perlindungan sosial
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah
  1. belanja pegawai
  2. belanja barang
  3. belanja modal
  4. pembayaran bunga utang
  5. subsidi
  6. belanja hibah
  7. bantuan sosial
  8. belanja lain-lain





b.      Transfer ke daerah
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :
Dana Perimbangan
    1. Dana Bagi Hasil
    2. Dana Alokasi Umum
    3. Dana Alokasi Khusus
    4. Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus
Dana Penyesuaian
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
  • asumsi dasar makro ekonomi;
  • kebijakan pembiayaan;
  • kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan terdiri atas : pembiyaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :
Pembiayaan perbankan dalam negeri
Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
    1. Hasil pengelolaan aset
    2. Surat berharga negara neto
    3. Pinjaman dalam negeri neto
    4. Dana investasi pemerintah
    5. Kewajiban penjaminan

Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :
  1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
  2. Penerusan pinjaman
  3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
  • Keseimbangan Primer,
  • Surplus/Defisit Anggaran,


3. Prinsip-prinsip Dalam APBN Prinsip Anggaran APBNPrinsip Anggaran dinamis
 Prinsip Anggaran Fungsional

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN DAN PERIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


Indonesia   yang   memiliki   wilayah   yang luas, tidak hanya membutuhkan perencaaan pembangunan yang makro, tetapi juga secara sektoral yang tetap sinergis satu sama lain. Koordinasi antar wilayah dan pembangunan berbagai sektor sangat perlu dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi, pertumbuhan ekonomi, administrasi   pembangunan   da sosial   politik negara (Soesastro, 2005). Pencapaian tujuan negara Indonesia tentu harus melalui perencanaan yang menyeluruh dan sejalan dalam setiap bidang dari tataran nasional hingga daerah. Perencanaan nasional merupakan sebuah proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumbedayyantersediayandituangkan dalasuatdokumesebagapanduabagi para pelaku pembangunan untuk mencapai tujuan negara (Nurcholis et al., 2007). Dalam menjalankan strategi pembangunan sebuah negara dibutuhkan alur yang jelas dan target yang terukur sehingga nantinya tujuan dari sebuah negara tersebut dapat terwujud. Oleh karena itu, suatu sistem dalam perencanaan pembangunan nasional sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945-yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara-dalam waktu relatif singkat (1999-2002) telah mengalami
4 (empat) kali perubahan. Kemudian, sebagai salah satu konsekuensi amandemen ini dikeluarkanlah Undang-Undang Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No. 25 Tahun 2004, LN Tahu200No104, TLNo4421).    UU No. 25 Tahun 2004 dianggap sebagai dasar perumusan kebijakan sebagai pengejawantahan cita-cita Indonesia. Dalam Penjelasan Umum UU No. 25 Tahun 2004, undang-undang ini dinyatakan sebagai pengganti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dimana disebutkan dalam penjelasan umum pengelolaan pembangunan nasional mengalami perubahan sebagai berikut:
1.        penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (APBN);
2.        ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara         (GBHN)     sebagai     pedoman penyusunarencana     pernbangunan nasional; dan
3.         diperkuatnya  Otonomi  Daerah  dan desentralisasi pemerintahan      dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.        Keberadaaan GBHN dan UU No. 25 Tahun
2004, tentu tidak sama dari aspek kedudukan serta fungsi. GBHN sebenarnya memberikan landasan bagi visi dan misi Indonesia secara jangka panjang, yanmantidadapadiketemukadalaUU No. 25 Tahun 2004. Walaupun demikian, UU No.25 Tahun 2004 dalam Pasal 13, mengamanatkan penetapan rencana pembangunan nasional menjadproduhukum  sehinggmengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Sebagai aturan pelaksana dari UU No. 25 Tahun 2004 sebagai perwujudan perencanaan bottom-up adalah PP No. 40  Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan   Rencana   Pembangunan   Nasional (LN Tahun 2006 No. 97, TLN No. 4664) yang memperjelas fungsi dari Musrenbang. Selain itu, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/ Peraturan     Daerah,     rencana     pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/ Kepala Daerah. Maka sebagai perwujudan dari delegasi UU No. 25 Tahun 2004, diundangkanlah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (LN Tahun 2007 No. 33, TLN No. 4700). Dalam penetapan Undang-Undang/ Peraturan Daerah akan sangat memakan waktu mulai dari pelaksanaan Musrenbang Kelurahan sampai Musrenbang Nasional serta penggodokan undang-undang/peraturan daerah tersebut.
Pada dasarnya, UU No. 25 Tahun 2004 sebagaimandisebutkadalaPasal  2  ayat (4), memiliki tujuan untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,
 antar ruang antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah. Keberadaan undang-undang ini, diharapkan dapat menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta   mengoptimalkan   partisipasi   masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan, sebagaimana cita-cita dalam reformasi Indonesia. Belakangan diketahui, perencanaan pembangunan yang desentralistik juga malah menghambat pembangunan nasional dengan berpusatnya kekuasaan pada kelompok elit lokal yang berusaha mengkangkangi hukum yang ada (Nurcholis, 2003: 45). Keberadaan  UU 25 Tahun 2004 apabila dikaitkan dengan UU No. 32 Tahun 2004  tentang  Pemerintahan  Daerah  (LN  Tahun 2004 No. 125, TLN 4437), sangat mendesak untuk diteliti keberlakuannya, karena dengan adanya otonomi daerah sekarang ini akan berdampak pada pola pengambilan kebijakan yang dulunya terpusat menjadi terbagi pada masing-masing daerah. Sehingga kebijakan nasional adakalanya harus diterjemahkan ulang oleh daerah atau bahkan perencanaan nasional tersebut telah didahului oleh daerah. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi kebijakan ganda dengan anggaran yang berganda juga. Oleh karena itu, mengingat beberapa kemungkinan bias dalam perencanaan pembangunan secara nasional ini, maka sangat dibutuhkan suatu pengkajian mendasar mengenai konsep perencanaan pembangunan nasional, khususnya yang berkaitan nantinya dalam masalah hukum dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.
Dalam KUH Perdata Indonesia tidakbanyak mengatur tentang kontrak konstruksi. Kebanyakan ketentuan tenatang hukukonstruksi tersebut bersifat hukum  mengatur, jadi umumnya  dapat dikesampingkan oleh  para  Pihak. Adapun prinsip-prinsip  yuridis  mengenai  kontrak  konstruksi  yang  terdapadala KUH Perdata adalah sebagai berikut :
1.    Prinsip  Korelasi  antara tanggung  jawab para  pihak  dengan kesalahan dan penyediaan bahan bangunan.
2.                Prinsi ketegasa Tanggun jawab  Pemborong  jika  bangunan  musnah karena            cacat dalam penyusunan            atau    faktor tidak   ditopang         oleh kesanggupan tanah.
3.    Prinsip Larangan Merubah harga  kontrak.
4.    Prinsip kebebasan pemutusan kontrak secara sepihak  oleh  Pihak Bowheer.
5.    Prinsip kontrak yang melekat dengan Pihak Pemborong.
6.    Prinsip Vicarious Liability (Tanggung  Jawab Pengganti)
7.    Prinsip Hak retensi

              Sedangkan prinsip hukum pemborongan dalam undang-undang jasa konstruksi No. 8 Tahun 1999 berdasarkan pada azas-azas kejujuran dan keadilan, Azas manfaat, azas keserasian,keseimbangan, kemkitraan serta azas keamanan dan keselamatan dan kepentingan masyarakat dan Negara.